Penentuan diagnosa stroke untuk menentukan jenis stroke apakah Non Haemoragik atau Haemoragik sejatinya adalah dengan menggunakan CT scan ataupun MRI, sayangnya peralatan CT scan apalagi MRI masih sangat kurang tersedia di Rumah Sakit di daerah bahkan di kota sekalipun. Untuk menentukan diagnosa stroke TS Fisioterapi bisa menggunakan skor klinik. Dibawah ini adalah skor klinik yang dikenal dengan nama skor Hasanuddin
Senin, 20 Desember 2010
Jumat, 03 Desember 2010
Kamis, 02 Desember 2010
Selasa, 19 Oktober 2010
RADIOLOGY FOR PHYSIOTHERAPY
RADIOLOGI 30 April 2010
DIAGNOSIS STROKE DENGAN CT SCAN/ MRI
PENDAHULUAN
Instalasi Radiologi di RS Wahidin Sudirohusodo secara umum mempunyai 2 unit kerja yaitu Radiodiagnostik dan Radioterapi. Radiodiagnostik dalam menjalankan kegiatannya mempunyai beberapa bagIan yaitu:
Foto Polos X ray, CT scan, MRI, Ultrasonografi, sedangkan Radioterapi digunakan untuk pengobatan baik sebagai upaya kuratif misalnya tumor maupun kanker, paliatif maupun yang sifatnya emergensi misalnya untuk menghentikan perdarahan hebat.
JENIS-JENIS RADIODIAGNOSTIK
1. Radiografi Konvensional
Sinar X merupakan bagian dari spektrum elektomagnetik, dipancarkan akibat pengeboman anoda wolfram oleh-oleh elektron-elektron bebas dari suatu katoda. Film polos dihasilkan oleh pergerakan elektron-elektron tersebut melintasi pasien dan menampilkan film radiografik.
Tulang dapat menyerap sebagian besar radiasi, menyebabkan pajanan pada film paling sedikit,
sehingga film yang dihasilkan tampak berwarna putih. Udara paling sedikit mnyerap radiasi, menyebabkan pajanan pada film maksimal, sehingga film tampak berwarna hitam. Diantara kedua keadaan ekstrem ini, penyerapan jaringan sangat berbeda-beda menghasilkan citra dalam skala abu-abu (grey scale). Film polos bermanfaat untuk: Dada, abdomen, sistem tulang: trauma, tulang belakang, sendi, penyakit degeneratif, metabolik dan metatstatik.
Terminologi yang digunakan dalam Radiografi Sinar X :
a. Hiperradiolusen : udara bebas
b. Radiolusen : Paru normal, lemak
c. Intermediate : Soft tissue/ cairan, jantung,hepar, gnjal, ascites, urine, darah, dsb.
d. Radiopak : Ca-density / Bone density, tulang perkapuran.
e. Hyperradiopak : Metal density, logam
Contoh gambar Foto X- Ray :2. CT Scan
Pemeriksaan dengan menggunakan CT Scan dapat mendeteksi kelainan – kelainan seperti perdarahan otak, tumor otak, kelainan – kelainan tulang, kelainan di rongga dada & rongga perut dan khususnya mendeteksi kelainan pembuluh darah jantung (koroner) dan pembuluh darah umumnya (seperti penyempitan pembuluh darah ginjal, dll) Lama pemeriksaan mulai dari beberapa detik sampai 2 jam.
CT Scan menggunakan sinar X tetapi saat ekspos sinar tidak langsung mngenai film tetapi ditangkap oleh detektor diteruskan ke komputer monitor lalu ke printer. Ukuran gambar (piksel) yang didapat pada CT Scan adalah Radiodensitas ukuran tersebut menggunakan skala Houndsfield Unit (HU). HU sendiri adalah pengukuran densitas jaringan.
Jaringan | HU | Warna |
UdaraLemakLCSOtakDarahTulang | -1000-100030+100+1000 | Hitam ↓↓↓Hitam ↓↓Hitam ↓Abu-abu (-)Putih ↑↑Putih ↑↑↑ |
a. Isodens : Jaringan Otak Normal
b. Hipodens : Abses otak, infark
c. Hiperdens : perdarahan Otak
3. MRI (Magnetik Resonansi Imaging)MRI atau Magnetic Resonance Imaging menggunakan medan magnit dan frekuensi radio, jadi tidak mengionisasi jaringan, tidak ada efek biologik. Memakai istilah isointens, hipointens, hiperintens, kekuatan magnit disebut dengan satuan TESLA (1 Tesla= 10.000 Gauss). MRI adalah suatu alat diagnostik teknologi tinggi yang digunakan untuk membuat visualisasi dari penampang tubuh manusia.
Pemeriksaan MRI memakai prinsip magnetik, tidak menggunakan sinar X (tidak ada radiasi). Melalui pemeriksaan ini dapat mendeteksi kelainan – kelainan saraf & jaringan lunak seperti pada keluhan: sakit/nyeri kepala, sakit daerah punggung, pinggang, nyeri/bengkak daerah persendian, kelainan payudara, kelainan pembuluh darah, kelainan pada abdomen (perut), dll. Lama pemeriksaan 20 menit – 1.5 jam
MRI memberikan hasil yang diperlukan oleh dokter untuk menegakkan diagnosa atas penyakit yang diderita oleh pasien dan juga menentukan rencana pengobatan yang tepat sesuai dengan indikasi penyakit yang diderita oleh pasien.
a. Keuntungan menggunakan MRI :
- Tidak menggunakan sinar X,
- Tidak Merusak Kesehatan pada penggunaan
yang tepat,
- Banyak pemeriksaan tanpa memerlukan zat
kontras,
- Detail anatomis yang sangat baik terutama
pada jaringan lunak,
- Dapat memperlihatkan pembuluh darah
tanpa kontras : Magnetic resonansi
angiography (MRA).
b. Kerugian menggunakan MRI- Biaya operasional mahal,
- Citra yang kurang baik pada lapangan paru,
- MRI lebih sulit ditoleransi dengan waktu
pemeriksaan yang lebih lama
dibandingkan CT scan,
- Kontra indikasi pada pasien yang
mengunakan pacemaker, benda asing logam
pada mata dan penggunaan protesa logam.
4. USG (Ultrasonografi)
Pemeriksaan menggunakan gelombang suara/ultrasound untuk mendeteksi kelainan – kelainan di organ perut (hati, kandung empedu, limpa, ginjal, dll), payudara, kandungan, kehamilan, pembuluh darah, dll. Khususnya pada kehamilan, USG 3D/4D dapat melihat rupa janin seperti sebuah foto dan dapat melihat gerakan bayi yang dapat direkam dalam CD. Untuk payudara, USG biasanya dipakai untuk skrinning benjolan/keluhan pada wanita – wanita usia < 35 tahun atau sebagai pemeriksaan pelengkap dan atau lanjutan setelah dilakukan mammografi pada wanita usia > 35 tahun.
Contoh Foto USG pada ginjal (tanda panah : batu ginjal)
Terminology yang sering dijumpai pada ultrasonografi antara lain:
· Isoechoic atau normoechoic, misalnya untuk
hepar, lien, atau ginjal yang normal.
· Hypoechoic atau echopoor atau echoluscent,
misalnya abses hepar dan tumor uterus.
· Hyperechoic atau echorich atau echodens,
misalnya batu ginjal dan adanya kalsifikasi di
suatu jaringan.
· Unechoic atau echofree (hitam), misalnya
urine, ascites dan darah.
Pemeriksaan ultrasonografi biasanya ditujukan untuk kepala bayi, tiroid, mammae, jantung, organ abdomen, kebidanan dan kandungan serta pada tulang.5. Media Kontras
Media kontras merupakan zat yang membantu visualisasi beberapa struktur selama melakukan beberapa teknik pemeriksaan radiodiagnostik, bekerja berdasarkan prinsip penyerapan sinar X, sehingga mencegah pengiriman sinar tersebut pada pasien. Zat kontras yang paling sering digunakan adalah barium sulfat yang dapat memperlihatkan bentuk saluran pencernaan dan sediaan iodine organic yang banyak digunakan secara intravena pada CT untuk memperjelas gambaran vaskuler dan berbagai organ. Agen-agen kontras juga dapat digunakan pada lokasi tertentu, misalnya:
· Arteriografi pada sistem arterial
· Venografi pada sistem vena
· Mielografi pada teka spinalis
· Kolangiografi pada sistem bilier
· Artrografi pada persendian
· Histerosalpingografi pada uterus dan
· Sialografi pada kelenjar saliva.
ANATOMI OTAK CT–SCAN / MRI (MAGNETIK RESONANSI IMAGING)
1. Potongan Sagital Otak MRI:
2. Potongan Coronal Otak MRI
3. Potongan Axial Otak MRI
Keterangan gambar:
1. Sinus Sagital sup.3. Lobus Frontal4. Lobus Parietal13. Ventrikel Lateral16. Corpus Callosum17. A. Serebri Media20. Foramen Monro22. Ventrikel III23. Sinus Frontal31. Aqueduct Serebri43. Arteri Basiler | 44. Ventrikel IV45. Cerebellum48. Pons50. Sinus Sphenoid52. Medulla55. Sinus Sigmoid63. Lidah67. Fornix72. Thalamus73. A. Meningeal |
HASIL FOTO CT SCAN DAN MRI
Gambaran hasil foto ct-Scan normal yang memperlihatkan perbedaan densitas (udara, lemak, soft tissue dan tulang)
Hasil foto Kepala normal MRI dengan menggunakan Proton Density (PD), T1-weighted, T2 dan MRA
Hasil foto ct- scan dan MRI tanpa kontras (-) dan dengan menggunakan kontrast (+) pada tumor kepala
Hasil foto MRA pada kelaianan pembuluh darah “arteriouvenous malformation” dan MRA Aneurisma
Perbedaan hasil foto Ct scan dan MRI pada pasien yang sama
Gambar Kiri: CT-Scan memperlihatkan beberapa Metastase dan gambar Kanan: Gambar MRI memperlihatkan Lesi pada Hipokampus
GAMBARAN UMUM STROKE
1. Defenisi
Menurut Who Monica (Monitoring Trends and Determinants in Cardiovascular Disease Project stroke adalah manifestasi kllinik dari gangguan fungsi serebral, baik fokal maupun menyeluruh (global) yang berlangsung dengan cepat, berlangsung lebih dari 24 jam, atau berakhir dengan maut, tanpa ditemukan penyebab selain dari pada gangguan vaskuler.
2. Klasifikasi
Menurut Neurological Institute, stroke dibagi atas etiologi:
a. Stroke Iskemik atau Infark (Non Hemorrahagic Stroke) karena :
- Trombosis
- Emboli
b. Stroke Perdarahan (Hemorrhagic Stroke) yang terdiri dari:- Perdarahan Intraserebral
- Perdarahan Sub Arachnoid
3. Vaskularisasi OtakOtak tidak mempunyai cadangan energi, sehinga kebutuhan energi otak sangat ditentukan oleh suplai energi lewat aliran darah sistemik. Suplai darah pada otak lewat sepasang arteri karotis interna dan vertebralis, yang membentuk sistem sirkulus willisi di dasar otak.
4. Patofisiologi
Pada stroke iskemik berkurangnya aliran darah ke otak menyebabkan hipoksemia daerah regional otak dan menimbulkan reaksi-reaksi berantai yang berakhir dengan kematian sel-sel otak dan unsur pendukungnya, sedangkan pada stroke hemoragik gejala-gejala klinik yang timbul semata- mata karena kerusakan sel akibat proses hemolisis darah yang keluar dari pembuluh darah otak yang pecah merembes ke massa otak sekitarnya.
GAMBARAN CT SCAN KEPALA PENDERITA STROKE ISKEMIK / INFARK.
Pada beberapa kasus, bisa ditemukan area otak tidak menunjukkan abnormalitas pada beberapa jam awal stroke, kemungkinan region yang terlalu kecil untuk dapat dilihat dengan dengan menggunakan CT Scan atau karena bagian dari otak (brainstem, cerebellum) dengan menggunakan CT Scan tidak menunjukkan bayangan yang jelas. CT Scan menunjukkan nilai positif pada stroke iskemik pada beberapa pasien dengan serangan stroke sedang sampai dengan berat setelah 2-7 hari serangan akan tetapi tanda-tanda iskemik sulit didapatkan pada 3-6 jam kejadian. Tanda-tanda infark pada CT Scan yaitu terdapat area hypodens focal, pada cortical, sub cortical, Attenuasi daerah infark berkurang (10-25 HU).
GAMBARAN CT- SCAN HAEMORAGIK STROKE
Gambaran Ct Scan yang tipikal pada Perdarahan Intra serebral memperlihatkan suatu area bulat, oval atau tidak teratur tergantung lokasi dan ukurannya, batas tegas dengan peningkatan attennuasi (35-80 HU). Ukurannya bervariasi dari beberapa mm sampai lebih 500 mm persegi. Haemoragik memperlihatkan bayangan hyperdens pada gray / white matter. Pada perdarahan Sub Arachnoid Ct Scan memperlihatkan gumpalan atau lapisan darah tipis yang hyperdens juga terlihat pada sulci hemisfer.
CONTOH KASUS:
Nama : Mr XX
Umur : 50 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Makassar
Diagnosis Klinis : Hemiparese sinistra susp. NHSHasil Foto CT – Scan:
- Tampak Hipodens pada ganglia basalis kanan
- Sulci dan Gyrus dalam batas Normal
- Tidak Tampak midline shift
- Sistem Ventrikel dan subarachnoid dalam
batas normal
- Kalsifikasi fisiologis pada pineal body dan
pleksus choroideus
- Tulang-tulang yang terscan intak
KESAN :- Infark Serebri Dextra,
RENCANA INTERVENSI FISIOTERAPI
Penekanannya adalah pada contributing factor (impairment) yang mengakibatkan terjadinya gangguan aktivitas fungsional dalam list of problem.
Dibuat tujuan intervensi fisioterapi yang meliputi tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang.
Harus terukur/measurable sehingga dapat dievaluasi, achievable dan realistis serta secara fungsional sangat berarti bagi pasien/klien harus disertai:
Cara pencapaian tujuan
Alokasi waktu pencapaian
Kondisi-kondisi seputar pasien dan lingkungan yang memungkinkan tujuan tersebut dapat dicapai
KESIMPULAN DAN SARAN1. Radiodiagnostik merupakan pemeriksaan yang sangat menunjang untuk menegakkan diagnostik suatu penyakit termasuk profesi Fisioterapi dan bisa digunakan untuk mengetahui suatu kondisi apakah sesuai dengan modalitas yang digunakan.
2. Pengetahuan ilmu Radiodiagnostik terutama yang berhubungan erat dengan kondisi-kondisi yang ditangani Fisioterapi sebaiknya semakin ditingkatkan.
Literatur:
1. Sjahrial Rasad.2008. Radiologi Diagnostik.
Edisi dua
2. Pradip R.Patel .2002Lecture notes
Radiologi . Edisi kedua Penerbit erlangga
3. Madyawati,2009.Kesesuaian Diagnosis
Berdasarkan Skor Klinik Dengan Gambaran
CT-Scan Kepala Penderita Stroke.FK-
UNHAS.
4. Asriyani Sri,dkk.2009. Radiologi. Bahan
Kuliah S1 Fisioterapi FK Unhas. Makassar
5. Setiawan,2008. Pemeriksaan Fisioterapi
pada Kondisi Neuromuscular. Prodi
Fisioterapi FK-UNHAS. Makassar.
6. Sunardi. CT –Scan dan MRI pada Sistim
Neurologis. http://www.scribd.com
7. http://www.radiologyinfo.org
8. http://www.prep4usmle.com
9. http://www.radiology.co.uk
Kamis, 19 Agustus 2010
Physiotherapy Jantung
MANAJEMEN FISIOTERAPI PADA PASIEN CONGESTIVE HEART FAILURE
A. PENDAHULUAN
Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung kongestif secara umum didefinisikan sebagai ketidakmampuan dari jantung untuk memompa darah kesuluruh tubuh sesuai dengan kebutuhan. Pasien dengan Heart Failure mempunyai catatan yang sama bahwa pasien mengalami Fatigue dan activity intolerance. Sebelum tahun 1980 an, pasien yang mengalami Heart Failure dianjurkan beristirahat dan menghindari latihan atau aktivitas fisik, hal ini dimaksudkan untuk mengurangi demand sirkulasi darah dan meningkatkan diuresis. Akan tetapi dengan tidak beraktivitas dapat menyebabkan manifestasi sekunder dari Heart Failure diantaranya: berkurangnya kekuatan otot, menurunkan toleransi latihan dan menyebabkan pulmonary embolism.
Konsep Latihan Exercise pada pasien Heart Failure dikembangkan pada tahun 1980. Penelitian dilakukan dengan mengevaluasi keamanan dan manfaat dari program latihan dari pasien yang mengalami Heart Failure. Penelitian ini telah menunjukkan bahwa program latihan aman dan mempunyai efek yang bermanfaat bagi pasien Heart Failure. Banyak dari pasien Heart Failure yang melakukan latihan secara teratur dapat meningkatkan status fungsional dan kualitas kehidupan mereka, sebagai tambahan bahwa latihan dapat mengurangi resiko komplikasi dan mortalitas pada pasien Heart Failure. Pada orang dewasa sehat yang tidak melakukan latihan secara teratur maka akan kehilangan 1% konsumsi oksigen setiap tahunnya, dan orang yang melakukan latihan secara teratur dapat mengurangi 50% resiko terjadinya Heart Attack.
B. Klasifikasi Heart Failure
Menurut Klasifikasi New York Heart Association secara fungsional Heart Failure dibagi menjadi 4 Kelas (I-IV), yaitu:
Cat: MET (Metabolic Equivalent) 1 MET= aktivitas duduk dengan kaki dan tangan menyanggah badan
C. PHYSIOTHERAPY / REHABILITASI JANTUNG
Rehabilitasi jantung yang berhasil dapat mengembalikan pasien dengan gangguan jantung pada fungsi fisiologis, psikososial, dan pekerjaan yang optimal dengan melibatkan pasien tersebut, sesegera pertolongan medis setelah terjadi serangan jantung, pada program latihan dan pendidikan multidisiplin. Tujuan Medis dari rehabilitasi jantung adalah untuk membiasakan kembali pasien jantung sehingga dapat mentoleransi aktivitas sehari-harinya, dan untuk mendidik pasien tersebut sehingga dapat membuat pilihan gaya hidup yang memodifikasi faktor resiko penyakit jantung dan mengurangi resiko kekambuhan penyakit. Tujuan lain adalah untuk memberikan pasien tersebut kepercayaan diri, stamina dan pengetahuan yang memadai untuk mencari pekerjaan, rekreasi, dan aktivitas seksual dengan aman.
Tipikalnya, para dokter dilibatkan dalam memberikan resep latihan, obat-obatan, dan modifikasi diet, namun peran para profesional tenaga kesehatan lainnya dan masalah yang dituju juga penting. Anggota Tim akan melibatkan dokter ahli jantung, Fisioterapi, Perawat, ahli psikologi, ahli gizi, ahli Farmasi.
Sebelum Suatu program rehabilitasi jantung dimulai dilakukan screening untuk menentukan pasien jantung yang bisa mengikuti latihan pada rehabilitasi jantung, serta stress testing untuk menilai Heart rate dan rhythm dan untuk menentukan beban maksimal yang bisa diterima pasien sampai menimbulkan gejala atau gangguan misalnya dyspnea atau angina sekaligus menilai physical fitness. Setelah dilakukan screening dan stress test dan pasien dinyatakan bisa mengikuti fisioterapi atau pun rehabilitasi jantung maka ditentukan Zona Latihan dengan menentukan Heart Rate Reserve (HRR) menggunakan formula Karvonen.
Menentukan Heart Rate Maximal : 220 – usia
Menentukan HRR = HR max – HR rest
Contoh:
Seorang pasien dengan usia 50 tahun, dengan Heart Rate Resting (HR rest) = 60 dpm (denyut per menit).
HR max = 220 – 50 = 170
HRR = 170 – 60 = 110
Menentukan Zona Latihan (40%-60% HRR)
0.4 x 110 + 60 = 104
0.6 x 110 + 60 = 126
Zona Latihannya adalah 104 – 126.
Fisioterapi /Rehabilitasi jantung standar memiliki tiga fase. Tiap fase memilki komponen aktivitas dan edukasi serta tujuan masing-masing, namun berbeda dalam hal lokasi dan durasi fase, jumlah pengamatan, dan intensitas aktivitas.
1. Rehabilitasi Jantung: Fase 1
Rehabilitasi Jantung fase 1 merupakan fase akut rawat inap merupakan titik awal dan pembuka dari seluruh fase lainnya. Peresepan dan permulaan aktivitas, perubahan diet dan edukasi, teknik pengelolaan stress, dan perencanaan untuk kebutuhan pekerjaan, keluarga, dan kebutuhan seksual dimulai dari tingkat ini. Fase 1 ini bertujuan menginisiasii self-care activities dan progress dari duduk ke berdiri untuk meminimalkan deconditioning effect akibat immobilisasi (1 – 3 hari setelah serangan), mempersiapkan pasien dan keluarga pasien untuk melanjutkan rehabilitasi dan aktivitas khidupan dirumah setelah cardiac event.
2. Rehabilitasi Jantung: Fase 2
Pada saat pasien dikeluarkan dari Rumah Sakit program rehabilitasi jantung komprehensif beralih ke tingkat yang lebih tinggi. Tujuan Fase 2 adalah untuk membekali pasien tersebut dengan informasi dan pengalaman yang akan membuatnya mencari suatu program pengkondisian jantung dan kesejahteraan yang mandiri setelah melewati program yang terstruktur. Fase ini biasanya dalam 2 minggu setelah keluar dari Rumah Sakit, dan sesi berlangsung 1 jam perhari, 3 kali dalam seminggu selama 8 hingga 12 minggu. Fase 2 biasanya berlangsung di Rumah Sakit atau klinik. Memerlukan pengawasan dokter yang ketat, fase ini menempatkan penekanan pada latihan dan pemulihan fisik, sering pasien tersebut dipantau dengan telemetri selama latihan.
3. Rehabilitasi Jantung : Fase 3
Rehabilitasi jantung Fase 3 adalah merupakan program latihan yang dipantau oleh supervisor yang dilakukan di Rumah Sakit ataupun dalam suatu komunitas, Heart rate dan rhythm tidak lagi dipantau dengan telemetry tetapi pasien diingatkan untuk mengontrol denyut nadinya, supervisor dapat mengontrol tekanan darahnya. Tujuan dari Fase 3 ini adalah untuk melanjutkan, meningkatkan dan menjaga fitness levels yang telah dicapai selama dalam program Fase 2 diantaranya:
1. Aktivitas rekreasi, merupakan salah satu cara untuk menjaga fitness levels yang telah dicapai pada program fase.
2. Aktivitas pada 8 METs (Metabolic Equivalent):
§ Jogging kira-kira 5 mil per jam,
§ Bersepeda kira-kira 12 mil perjam.
Rehabilitasi jantung tahap 3 juga harus dipertimbangkan dengan suatu perubahan gaya hidup yang permanen, dan harus berlangsung terus dalam kehidupan orang tersebut untuk meminimalkan morbiditas dan mortalitas penyakit jantung.
Rekomendasi umum untuk latihan Fisioterapi/ Rehabilitasi jantung:
Cat: Resistance hanya dilakukan pd pasien resiko rendah, stabil dan direkomendasikan dokter Cardiologist,
SBP= Systolic Blood Pressure, HRR= Heart Rate Reserve, RPE Rating of Perceived Exertion
A. PENDAHULUAN
Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung kongestif secara umum didefinisikan sebagai ketidakmampuan dari jantung untuk memompa darah kesuluruh tubuh sesuai dengan kebutuhan. Pasien dengan Heart Failure mempunyai catatan yang sama bahwa pasien mengalami Fatigue dan activity intolerance. Sebelum tahun 1980 an, pasien yang mengalami Heart Failure dianjurkan beristirahat dan menghindari latihan atau aktivitas fisik, hal ini dimaksudkan untuk mengurangi demand sirkulasi darah dan meningkatkan diuresis. Akan tetapi dengan tidak beraktivitas dapat menyebabkan manifestasi sekunder dari Heart Failure diantaranya: berkurangnya kekuatan otot, menurunkan toleransi latihan dan menyebabkan pulmonary embolism.
Konsep Latihan Exercise pada pasien Heart Failure dikembangkan pada tahun 1980. Penelitian dilakukan dengan mengevaluasi keamanan dan manfaat dari program latihan dari pasien yang mengalami Heart Failure. Penelitian ini telah menunjukkan bahwa program latihan aman dan mempunyai efek yang bermanfaat bagi pasien Heart Failure. Banyak dari pasien Heart Failure yang melakukan latihan secara teratur dapat meningkatkan status fungsional dan kualitas kehidupan mereka, sebagai tambahan bahwa latihan dapat mengurangi resiko komplikasi dan mortalitas pada pasien Heart Failure. Pada orang dewasa sehat yang tidak melakukan latihan secara teratur maka akan kehilangan 1% konsumsi oksigen setiap tahunnya, dan orang yang melakukan latihan secara teratur dapat mengurangi 50% resiko terjadinya Heart Attack.
B. Klasifikasi Heart Failure
Menurut Klasifikasi New York Heart Association secara fungsional Heart Failure dibagi menjadi 4 Kelas (I-IV), yaitu:
Kelas | Keterbatasan Aktivitas | METs | Konsumsi O2 |
I | Tak terbatas, tanpa gejala dengan aktivitas biasa | 7 atau lebih | 24 cc/kg/menit atau lebih |
II | Timbul gejala dengan aktivitas biasa, hilang saat istirahat | 5-6 | 17-21 cc/kg/menit |
III | Tanpa gejala saat istirahat, timbul gejala dengan aktifitas yang kurang dari normal. | 3-4 | 10-14 cc/kg/menit |
IV | Tidak nyaman dengan aktifitas apapun, bisa timbul gejala saat istirahat. | 1-2 | 3,5-7 cc/kg/menit |
C. PHYSIOTHERAPY / REHABILITASI JANTUNG
Rehabilitasi jantung yang berhasil dapat mengembalikan pasien dengan gangguan jantung pada fungsi fisiologis, psikososial, dan pekerjaan yang optimal dengan melibatkan pasien tersebut, sesegera pertolongan medis setelah terjadi serangan jantung, pada program latihan dan pendidikan multidisiplin. Tujuan Medis dari rehabilitasi jantung adalah untuk membiasakan kembali pasien jantung sehingga dapat mentoleransi aktivitas sehari-harinya, dan untuk mendidik pasien tersebut sehingga dapat membuat pilihan gaya hidup yang memodifikasi faktor resiko penyakit jantung dan mengurangi resiko kekambuhan penyakit. Tujuan lain adalah untuk memberikan pasien tersebut kepercayaan diri, stamina dan pengetahuan yang memadai untuk mencari pekerjaan, rekreasi, dan aktivitas seksual dengan aman.
Tipikalnya, para dokter dilibatkan dalam memberikan resep latihan, obat-obatan, dan modifikasi diet, namun peran para profesional tenaga kesehatan lainnya dan masalah yang dituju juga penting. Anggota Tim akan melibatkan dokter ahli jantung, Fisioterapi, Perawat, ahli psikologi, ahli gizi, ahli Farmasi.
Sebelum Suatu program rehabilitasi jantung dimulai dilakukan screening untuk menentukan pasien jantung yang bisa mengikuti latihan pada rehabilitasi jantung, serta stress testing untuk menilai Heart rate dan rhythm dan untuk menentukan beban maksimal yang bisa diterima pasien sampai menimbulkan gejala atau gangguan misalnya dyspnea atau angina sekaligus menilai physical fitness. Setelah dilakukan screening dan stress test dan pasien dinyatakan bisa mengikuti fisioterapi atau pun rehabilitasi jantung maka ditentukan Zona Latihan dengan menentukan Heart Rate Reserve (HRR) menggunakan formula Karvonen.
Menentukan Heart Rate Maximal : 220 – usia
Menentukan HRR = HR max – HR rest
Contoh:
Seorang pasien dengan usia 50 tahun, dengan Heart Rate Resting (HR rest) = 60 dpm (denyut per menit).
HR max = 220 – 50 = 170
HRR = 170 – 60 = 110
Menentukan Zona Latihan (40%-60% HRR)
0.4 x 110 + 60 = 104
0.6 x 110 + 60 = 126
Zona Latihannya adalah 104 – 126.
Fisioterapi /Rehabilitasi jantung standar memiliki tiga fase. Tiap fase memilki komponen aktivitas dan edukasi serta tujuan masing-masing, namun berbeda dalam hal lokasi dan durasi fase, jumlah pengamatan, dan intensitas aktivitas.
1. Rehabilitasi Jantung: Fase 1
Rehabilitasi Jantung fase 1 merupakan fase akut rawat inap merupakan titik awal dan pembuka dari seluruh fase lainnya. Peresepan dan permulaan aktivitas, perubahan diet dan edukasi, teknik pengelolaan stress, dan perencanaan untuk kebutuhan pekerjaan, keluarga, dan kebutuhan seksual dimulai dari tingkat ini. Fase 1 ini bertujuan menginisiasii self-care activities dan progress dari duduk ke berdiri untuk meminimalkan deconditioning effect akibat immobilisasi (1 – 3 hari setelah serangan), mempersiapkan pasien dan keluarga pasien untuk melanjutkan rehabilitasi dan aktivitas khidupan dirumah setelah cardiac event.
Step | MET | Lokasi | Aktivitas |
1. | 1,5 | Kamar pasien | Pompa pergelangan kaki, napas dalam, PROMEX seluruh ekstremitas, makan sendiri |
2. | 1,5 | Kamar pasien | sda, ditambah berpindah ke sisi tempat tidur dan kursi, berjalan pelan. |
3. | 1,5 | Kamar pasien | AROMEX, stretching, berdiri dikursi, mandi, berjalan yang dipacu pelan-pelan. |
4. | 1,5 - 2 | Ruang Perawat | Berjalan yang diawasi sejuah 75 kaki, aktivitas berpakaian. |
5. | 1,5 - 3 | Ruang Senam | Naik tangga 2 hingga 3 tangga, ADL dalam BAK, berjalan 100 hingga 300 kaki, static bycycle tanpa tahanan selama 3 menit, warm up. |
6 | 1,5 - 3 | Ruang senam | Berjalan 500 kaki, 2 set lankah atau 8 tangga, 5 menit static bycycle,ajarkan untuk menghitung frekuensi denyut nadi. |
2. Rehabilitasi Jantung: Fase 2
Pada saat pasien dikeluarkan dari Rumah Sakit program rehabilitasi jantung komprehensif beralih ke tingkat yang lebih tinggi. Tujuan Fase 2 adalah untuk membekali pasien tersebut dengan informasi dan pengalaman yang akan membuatnya mencari suatu program pengkondisian jantung dan kesejahteraan yang mandiri setelah melewati program yang terstruktur. Fase ini biasanya dalam 2 minggu setelah keluar dari Rumah Sakit, dan sesi berlangsung 1 jam perhari, 3 kali dalam seminggu selama 8 hingga 12 minggu. Fase 2 biasanya berlangsung di Rumah Sakit atau klinik. Memerlukan pengawasan dokter yang ketat, fase ini menempatkan penekanan pada latihan dan pemulihan fisik, sering pasien tersebut dipantau dengan telemetri selama latihan.
3. Rehabilitasi Jantung : Fase 3
Rehabilitasi jantung Fase 3 adalah merupakan program latihan yang dipantau oleh supervisor yang dilakukan di Rumah Sakit ataupun dalam suatu komunitas, Heart rate dan rhythm tidak lagi dipantau dengan telemetry tetapi pasien diingatkan untuk mengontrol denyut nadinya, supervisor dapat mengontrol tekanan darahnya. Tujuan dari Fase 3 ini adalah untuk melanjutkan, meningkatkan dan menjaga fitness levels yang telah dicapai selama dalam program Fase 2 diantaranya:
1. Aktivitas rekreasi, merupakan salah satu cara untuk menjaga fitness levels yang telah dicapai pada program fase.
2. Aktivitas pada 8 METs (Metabolic Equivalent):
§ Jogging kira-kira 5 mil per jam,
§ Bersepeda kira-kira 12 mil perjam.
Rehabilitasi jantung tahap 3 juga harus dipertimbangkan dengan suatu perubahan gaya hidup yang permanen, dan harus berlangsung terus dalam kehidupan orang tersebut untuk meminimalkan morbiditas dan mortalitas penyakit jantung.
Rekomendasi umum untuk latihan Fisioterapi/ Rehabilitasi jantung:
Fase | Durasi | Intensitas | Frekuensi |
Fase 1 | 5-10 mnt berjalan, Naik 1 tangga, mandi, berpakaian. | HR(rest) + 5-20 / mnt. SBP +10-40 mmHg | 3-4 kali sehari |
Fase 2 Aerobik Resistance | 10-45 mnt 1 set, 8-10 latihan 10-15 Repetisi | 40-70% HRR 11-13 RPE 40-70% HRR 11-13 RPE | 3-5 hari/ mg 2 hari/ mg |
Fase 3 Aerobik Resistance | 30-45 mnt 2-3 sets, 8-10 lat. 5-15 Rep. | 40-80% HRR 11-14 RPE 40-80% HRR 11-14 RPE | Plg Krg 3 hr/mg, @hr klu bisa. 2-3 hr/mg |
SBP= Systolic Blood Pressure, HRR= Heart Rate Reserve, RPE Rating of Perceived Exertion
DAFTAR PUSTAKA :
1. Pina. L. Ileana,et.al.2003. Exercise and Heart Failure: A statement From the American Heart Association Committee on Exercise, Rehabilitation, and Prevention. Journal of American Heart Association.
2. Perk Joep,et.al.2007. Cardiovascular Prevention and Rehabilitation. Springer-Verlag London Limited.
3. Kisner Carolyn, et.al.2007. Theraupetic Exercise Foundations and Technigues. F.A Davis Company. Philadelphia.
4. Mackinnon T. Lauriel,et.al.2003. Exercise Management Consept and Profesional Practise. Human Kinetics. Australia.
5. Garrison.J.Susan, 1995. Handbook of Physical Medicine and Rehabilitation Basics. F.A. Davis Company. Philadelphia.
6. http://www.en.wikipedia.com. Heart Failure diakses tanggal 23 Juni 2010.
Rabu, 24 Maret 2010
Penerimaan Mahasiswa Baru UNHAS 2010-2011
Program Studi Sarjan (S1) Fisioterapi Profesi Fakultas Kedokteran UNHAS
Pendahuluan
Pendahuluan
Berdasarkan SK DIRJEN DIKTI DEPDIKNAS No. 852/D/T2008. Tanggal 13 Maret 2008, tentang ijin penyelenggaraan Program Studi Sarjana (S1) Fisioterapi Profesi pada Fakultas Kedokteran dan rekomnedasi pembukaan Program Studi Sarjana (S1) Fisioterapi Profesi dari PPSDM Kesehatan Depkes RI No. HK.03.2.4.1.03654 tanggal 16 Agustus 2007 serta Kep. Menpan No. Per/12/PAN/3/2006 tentang penngangkatan CPNS lulusan S1 dan D IV Fisioterapi tanggal 29 Maret 2006 maka Prodi Sarjana (S1) Fisioterapi Fakultas Kedokteran UNHAS menerima calon Mahasiswa Baru untuk mendukung peningkatan kualitas tenaga Fisioterapi di Indonesia dalam rangka mewujudkan pelayanan pprofesional, holistik dan prima untuk mengatasi masalah gerak dan fungsi gerak yang prevalensi sekitar 60% dari total keluhan manusia.
V i s i
Pada tahun 2015 menjadi pusat 2015 menjadi pusat pendidikan tenaga Fisioterapi unggul sebagai penghasil tenaga Fisioterapi Profesional Berdedikasi dan bermoral tinggi serta mampu eksis di Era Globalisasi.
Tujuan Pendidikan
Sesuai dengan tujuan Pendidikan Fisioterapi sebagai Pendidikan Prfesional bertujuan untuk mendidik peserta didik melalui PBM untuk menyelesaikan suatu kurikulum sehungga mempunyai cukup pengetahuan, keterampilan dan sikaqp untuk:
- Melaksanakan Profesi Fisioterapi secara bertanggunng jawab dalam sistem pelayanan kesehatan, Fisioterapi sampai ketingkat kerumuitan tertentu secara mandiri kepada individu, keluarga dan komunitas berdasarkan etika Fisioterapi.
- Mengelolah Pelayanan Fisoterapi Profesional dengan menunjukkan sikap kepemimpinan yang bertanggung jawab.
- Mengelolah kegiatan penelitian Fisioterapi dan menggunakan penelitian serta perkembangan IPTEK untuk meningkatkan mutu dan jangkauan Layanan Kemitraan Fisioterapi.
- Berperan serta aktif dalam mendidik dan melatih calon Fisioterapi dan Fisioterapi Profesi serta berpartisipasi dalam peningkatan jenjang pendidikan lanjut Fisioterapi dan Lembaga Pengembangan Program Pendidikan tenaga kesehatan lainnya.
- Mengembangkan diri secara kontinyu untuk menigkatkan kemampuan profesional, kepribadian serta sikap yang sesuai dengan Etika Profesi Fisioterapi dalam melaksanakan profesinya.
- Berfungsi sebagai anggota masyarakat yang kreatif, produktif, terbuka u tuk menerima perubahan serta berorientsi ke masa depan.
Sistem Pendidikan
Di bagi dalam dua tahapan dalam satu paket yang tidak terpisahkan sesuai rekomendasi IFI No. R.161/III/2006/IFI tentang gelar dan sebutan yaitu:
1. Tahap akademik dengan gelar Sarjana Fisioterapi “S.Ft”
2. Tahap profesi dengan sebutan “Physio”
K u r i k u l u m
Program A
1. Tahap Akademik : 146 SKS selama Tujuh/ Delapan Semester
2. Tahap Profesi : 32 SKS selama dua semester
Program B
1. Tahap Akademik : 63 SKS selama 3 semester
2. Tahap Profesi : 32 SKS selama dua semester
S e l e k s i
* Program A Melalui SPMB 2010
* Program B Melalui Seleksi khusus
P e r s y a r a t a n:
* Program A sesuai persyaratan SPMB
* Program B melalui seleksi khusus.
1. Foto copy ijazah AKFIS/ D.III FT yang telah dilegalisir.
2. Pas photo ukuran 4x6 Hitam Putih sebanyak 4 lembar
3. Jika diterima menyusul
- Foto copy transkrip nilai yang telah dilegalisir
- Surat izin / tugas belajar dari instansi asal calon peserta yang sudah
bekerja.
Pendaftaran :
Program A (SMU) Melalui SPMB
Program B (Seleksi Khusus)
Tempat Seleksi khusus : Program Studi Fisioterapi
Gedung Fakultas Kedokteran UNHAS Lantai 3
Kampus UNHAS Tamalanrea
Jl. Perintis Kemerdekaan Km.10 Makassar
Telp. (0411) 586296, 5040399
Fax (0411) 586297
Waktu Pendaftaran:
05 April 2010-2 Juli 2010
Pelaksanaan Ujian Masuk
Ujian Tulis Program B
Senin, 5 Juli 2010
Pukul: 08.00 Wita
Wawancara Program B
Rabu, 7 Julli 2010
Pukul : 08.00 Wita
Tempat :
Ruangan Kuliah
Fakultas Kedokteran UNHAS
Informasi :
Program Studi Fisioterapi FK-UNHAS
Telp. (0411) 586297
Djohan Aras : 0811 441593
Imanuel : 0813 4210 2107
Itarini : 0812 4196 2699
Langganan:
Postingan (Atom)